Kurikulum pendidikan yang ada di Indonesia dinilai terlalu kompleks
dibandingkan kurikulum yang diterapkan di beberapa negara maju sehingga
beban siswa dalam belajar semakin berat.
Hal itu pula yang menyebabkan banyak siswa di Indonesia merasa
dipaksa untuk menguasai materi/ketrampilan yang sebenarnya tidak sesuai
dengan bakat mereka.
Hal tersebut terungkap dalam Studium General di Universitas Pakuan
yang menghadirkan Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia, HE David L
Taylor sebagai pembicara, akhir pekan lalu.
Menurut Taylor, kurikulum pendidikan di Selandia Baru relatif ringan
dan mudah diterapkan untuk siswa. "Kebanyakan menekankan pada skill atau
ketrampilan dan kemampuan dalam menghadapi berbagai masalah yang ada
dalam kehidupannya sekarang dan nanti," kata Taylor.
Selain itu, setiap jenjang pendidikan juga disesuaikan dengan
kemampuan siswa. Banyaknya materi soal kemampuan menghadapi masa depan
juga dinilai Taylor sebagai salah satu hal yang membuat siswa lebih
kreatif.
Sementara itu, Rektor Universitas Pakuan, Bibin Rubini yang juga
pemerhati pendidikan mengatakan kurikulum pendidikan di Indonesia
terlalu kompleks. "Hal ini jika dibandingkan dengan kurikulum yang ada
di negara lain seperti yang diceritakan Dubes Selandia Baru," kata
Bibin.
Karena beban kurikulum yang berat, tak hanya siswa yang terbebani,
tetapi juga guru dalam mentransfer ilmu juga terbebani. Hasilnya, siswa
tidak banyak menguasai suatu materi, begitu pula guru. "Kurikulum mereka
(Selandia Baru) simpel, di kita complicated sehingga beban siswa
overload," kata Bibin.
Kurikulum di Indonesia yang cenderung fokus pada kemampuan
intelektual membuat bakat siswa tidak berkembang. Padahal, sebenarnya
bakat siswa bermacam-macam dan tidak bisa dipaksa harus berada di bidang
Matematika atau IPA.
"Di kita, yang punya talenta di bahasa tidak bisa berkembang karena dipaksa harus bisa Matematika," lanjut Bibin.
Selain itu, Bibin juga menyoroti soal berkurangnya muatan etika dalam
pengajaran yang dilakukan para guru saat ini. "Seharusnya selain peduli
pada kemampuan intelektual, juga memerhatikan etika. Soft skill juga
merupakan materi yang penting agar siswa bisa bersikap baik dalam
kehidupan sehari-hari," ungkapnya.
Akibat materi soft skill yang kurang tergali, dikatakan Bibin, saat
ini tawuran serta bentrok makin marak. Selain itu, Bibin juga
mengingatkan banyaknya aturan dan ketentuan yang ada dalam sistem
pendidikan tidak diimplementasikan.
"Jika dilihat, sistem pendidikan kita tidak jauh berbeda dengan
negara lain. Hanya saja, di negara lain diimplementasikan dengan baik,
sedangkan di kita hanya sekadar aturan," lanjutnya.
Dicontohkan Bibin, kebijakan sekolah gratis tidak diterapkan dengan
baik sehingga masih banyak siswa tidak mampu yang tidak bisa mengenyam
pendidikan karena keberatan dengan biaya pendidikan yang mahal. Jadi
kebijakan yang ada diimplementasikan dengan baik, terutama soal wajib
belajar, maka angka partisipasi kasar pendidikan kita, lanjut Bibin
tentu akan semakin meningkat.
Artikel ini dikutip dari PikiranRakyat. Edisi Minggu, 29/01/2012 - 18:21
No Response to "KURIKULUM PENDIDIKAN DI INDONESIA TERLALU KOMPLEKS"
Post a Comment